Bagaimana jika istri melakukan zina, kemudian hamil. Bolehkah suami jima’ (berhubungan suami-istri) dengannya?
Jawaban:
Jika istri berbuat zina, suami boleh berkumpul dengan istrinya. Demikian pula sebaliknya, bila suami berbuat zina, istrinya pun tidak mengapa bila dikumpuli oleh suaminya. Karena perbuatan zina tidaklah membatalkan pernikahan, dan juga tidak membatalkan iman apabila pelakunya tidak menghalalkannya, hanya saja mengurangi kesempurnaan iman.
Syaikh Muhammad Ibrahim At-Tuwajiri berkata, “Apabila seorang laki-laki berbuat zina padahal ia telah menikah, maka tidak haram baginya mengumpuli istrinya. Demikian juga sebaliknya, bila istri berbuat zina tidak haram pula berkumpul dengan suaminya. Akan tetapi dia telah melakukan dosa besar, maka pelaku tersebut hendaknya bertaubat dan meminta ampun kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Allah berfirman,
وَلاَتَقْرَبُوا الزِّنَى إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَآءَ سَبِيلاً
“Dan janganlah kamu mendekati zina: sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra: 32)
Dari Abdullah bin Mas’ud, ia mengatakan, “Aku bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Dosa apa yang paling besar di sisi Allah?” Beliau menjawab, “Apabila engkau menjadikan sekutu bagi Allah padahal Dia yang telah menciptakan dirimu.” Aku berkata, “Sesungguhnya yang demikian itu sungguh amat besar dosanya.” Lalu aku bertanya, “Apa lagi?” Beliau menjawab, “Apabila kamu membunuh anakmu karena takut dia makan bersamamu.” Aku bertanya, “Apa lagi?” Beliau menjawab, “Apabila kamu menzinai istri tetanggamu.” (HR. Bukhari, no. 4117. Mukhtashor Fiqhul Islam, 1:907-908)
Fatwa Lajnah Da’imah menjelaskan:
Soal No. 2788:
Saya sudah menikah, istri saya tinggal di negeri saya sedankgan saya bekerja di Brazil untuk mencari nafkah dan untuk membiayai pendidikan anak. Akan tetapi saya telah berbuat zina, sungguh saya menyesali perbuatan saya dan saya bertaubat. Cukupkah dengan taubat ataukah harus disertai dengan hukum had? Kami berharap nasihatnya. Semoag Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmatimu.
Jawaban:
Tidaklah diragukan bahwa zina termasuk dosa besar. Di antara penyebabnya karena wanita membuka aurat, pergaulan bebas dengan wanita yang bukan mahramnya, hilangnya akhlak, serta kebejatan moral secara umum. Jika Anda berbuat zina karena jauh dari istri dan bergaul dengan orang yang rusak akhlak dan moralnya, kemudian menyesal atas perbuatan dosa tersebut dan bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenarnya. Kami berharap Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampuni dosa Anda karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ لاَيَدْعُونَ مَعَ اللهِ إِلَهًا ءَاخَرَ وَلاَيَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ وَلاَيَزْنُونَ وَمَن يَّفْعَلْ ذَلِكَ يَلقَ أَثَامًا {68} يُضَاعَفُ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا {69} إِلاَّ مَنْ تَابَ وَءَامَنَ وَعَمِلَ عَمَلاً صَالِحًا فَأُوْلَئِكَ يُبَدِّلُ اللهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللهُ غَفُورًا رَّحِيمًا {70}
“Dan orang-orang yang tidak menyembah sesembahan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) keculia dengan (alasan) yang benarm dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipatgandakan adzab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam adzab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman, dan mengerjakan amal sholih; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Furqan: 68-70)
Ubadah bin Shamit berkata, “Kami bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam suatu majelis. Lalu beliau bersabda, ‘Berbaiatlah kalian kepadaku, agar kamu tidak menyekutukan sesuatu dengan Allah, tidak mencuri, dan tidak berzina.’ Lalu beliau membacakan ayat ini semuanya. (Lantas beliau melanjutkan), ‘Maka barangsiapa di antara kamu menunaikan (janjinya), maka dia akan mendapatkan pahala di sisi Allah. Barangsiapa melanggar sedikit saja dari ketentuan itu lalu dia dihukum, maka hukumannya sebagai kaffarahnya (penebus dosanya pen.). Dan barangsiapa melanggar sedikit saja dari yang demikian itu, lalu Allah menutupi kesalahannya, jika Allah menghendakinya maka dia diampuni dan jika Dia menghendakinya maka dia di adzab.” (HR. Bukhari, no.6286)
Akan tetapi wajib bagimu menjauhi pergaulan yang jelek yang mengakibatkan kamu terjerumus ke dalam kemaksiatan, dan hendaknya mencari nafkah di tempat lain yang lebih ringan kejahatannya, agar agamamu terpelihara, karena bumi Allah itu luas. Di manapun manusia tinggal di bumi Allah untuk mencari rezeki, niscaya Allah menentukan rezekinya. Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah akan mengadakan baginya jalan keluar, dan akan memberi rezeki dari arah mana saja yang tiada disangkanya. (Fatawa Lajnah Da’imah, 22:41-42)
Keterangan dari Penjelasan di Atas:
• Bolehnya seorang suami yang terlanjur berbuat zina mengumpuli istrinya, dan begitu pula sebaliknya.
• Zina termasuk perbuatan dosa besar, dihukum di dunia dengan dirajam sampai meninggal dunia bila dia pernah menikah, dan dicambuk seratus kali dan diusir dari negerinya selama satu tahun apabila pelakunya masih berstatus single. Hal ini apabila diketahui oleh hakim atau dilaporkan kepadanya. Jika tidak dilaksanakan di dunia karena negara tidak menegakkannya, keputusannya di sisi Allah.
• Pelaku zina hendaknya segera bertaubat dan menyesali perbuatannya dan tidak mengulangi lagi. Hendaknya pelaku meutupi aibnya dengan tidak menceritakan kepada orang lain, kecuali kepada orang alim yang ditubuhkan nasihatnya.
• Hendaknya wanita menjauhi kebiasaan yang jelek, misalnya gampang memasukkan laki-laki yang bukan mahramnya ke dalam rumah, terutama pada saat tidak ada suami, bepergian tanpa mahram, bepergian tanpa izin suami, memakai parfum dan berhias diri saat keluar rumah, bergaul bebas dengan lain jenis yang tidak halal baginya, berjabat tangan dengan yang bukan mahramnya, bergaul dengan orang yang jahat moralnya, bertempat tinggal di tempat yang rusak aqidah dan moralnya, karena ini semua bisa menjadi sebab terjatuhnya seseorang dalam perbuatan zina. Na’udzu billahi min dzalik.
• Hendaknya segera menikah bila sudah mampu dan tidak menunda pinangan. Hal ini dapat meminimalisir gangguan pikiran dan boleh jadi mengganggu ibadahnya.
• Bagi yang belum mampu menikah, hendaknya bersabar dan berpuasa serta meningkatkan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِينَ لاَيَجِدُونَ نِكَاحًا حَتَّى يُغْنِيَهُمُ اللهُ مِن فَضْلِهِ
“Dan orang-orang yang tidak mampu menikah hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya…” (QS. An-Nur: 33)
Abdullah mengatakan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Wahai kelompok pemuda! Barangsiapa di antara kamu mampu menikah maka hendaknya menikah, dan barangsiapa tidak mampu maka hendaknya berpuasa, karena puasa baginya adalah penjaga dari perbuatan keji.” (HR. Bukhari 4677)
• Zina merupakan perbuatan yang sangat berbahaya, merusak martabat manusia, keturunan, pikiran, dan menimbulkan penyakit jiwa dan juga penyakit fisik, bahkan mengurangi kesempurnaan iman.
• Berusaha semaksimal mungkin menjauhi zina mata, telinga, lisan, tangan, dan kaki, agar terhindar dari puncaknya zina.
Abu Huroiroh berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Telah dituliskan untuk anak Adam bagiannya dari zina, pasti menjumpainya, tidak mungkin tida. Maka dua mata zinanya memandang (yang haram), dua telinga zinanya mendengarkan (yang haram), lisan zinanya bercakap-cakap (yang haram), tangan zinanya dengan menyentuh (yang haram), kaki zinanya berjalan (menuju yang haram), sedangkan hati condong dan mengangan-angan, maka farji yang membenarkan dan mendustakannya.” (HR. Muslim, no.4802)
• Jika bepergian jauh untuk mencari nafkah atau berdakwah yang dirasa waktunya lama, sebaiknya istrinya diajak jika memungkinkan, jika tidak memungkinkan dan khawatir berbuat zina maka hendaknya menikah lagi bila mampu. Jika tidak mungkin, carilah pekerjaan yang dekat dengan istri, setiap orang yang beriman yang ingin cari ridha Allah, dia akan dimudahkan urusannya.
• Suami hendaknya sering menasihati istrinya, terutama yang berkenaan dengan penyebab zina, jika dia bertaubat karena mengakui kesalahannya atau dia berbuat karena tidak mampu menolaknya, padahal sudah berusaha untuk menjaga diri, suami hendaknya memaklumi dan memaafkannya dan berdoalah kepada AllahSubhanahu wa Ta’ala agar diampuni dosanya dan menjadi wanita yang sholihah, demikian pula suami bila berbuat zina karena khilafnya hendaknya istri menasehatinya dengan baik.
• Suami hendaknya mencegah istrinya bekerja di luar rumah, apalagi ke luar negeri. Hal ini sangat berbahaya, tidak sedikit kasus wanita yang hamil karena bekerja di luar rumah. Ketahuilah, suami yang berkewajiban mencarikan nafkah, bukan sebaliknya.
Mu’awiyah bin Haidah berkata, “Saya bertanya, ‘Wahai Nabi! Apakah hak istri kami?’ Beliau menjawab,
“Hendaknya kamu memberi makan dia (istrimu) jika kamu makan, dan hendaknya kamu memberi pakaian dia bila kamu berpakaian.” (HR. Abu Dawud, no.1830, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Targhib wa Tarhib, 1929).
0 comments:
Post a Comment